Adalah tidak adil jika kita melihat sejarah dari satu sudut sahaja. Lebih-lebih lagi sejarah yang melibatkan kejatuhan sebuah empayar Islam contohnya.
Read full post »
Maka dahulunya telah kami paparkan bahawa Monggol itu adalah Islam dan kami sertakan sekali matawangnya dengan kalimah Allah dari sumber Pakistan, sebagai bukti lunaknya Monggol.
Kami pasti para pembaca amat marah dengan kami mungkin "sampai sumpahan berapi tahap dewa blackbelt kaler biru" dengan hal itu kerana rata-rata ahli sejarah Islam mengatakan Monggol kejam dan bengis tidak berperikemanusian.
Kami pasti para pembaca amat marah dengan kami mungkin "sampai sumpahan berapi tahap dewa blackbelt kaler biru" dengan hal itu kerana rata-rata ahli sejarah Islam mengatakan Monggol kejam dan bengis tidak berperikemanusian.
Tidak mengapa, untuk berlaku adil, kali ini kami datang dengan kanta pembesar untuk melihat siapa sebenarnya Monggol yang dikatakan Islam itu dan siapa pula dalang disebaliknya.
Sungguh dramatik kisah sejarah realiti kali ini.
Fikir dengan kritis:
Pertama: Pengkhianatan yang dilakukan oleh Abu Lu’luah Al-Majusi dengan membunuh Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu. Kaum Syiah menjulukinya dengan “Baba Syuja'uddin”(sang pembela agama yang gagah berani). Kuburannya di Iran dikunjungi dan dihormati oleh kaum Syiah. Bahkan para ulama syiah berdoa, “Ya Allah kumpulkan kami di akherat kelak bersama Abu Lu’lulah”.
Dr. Akram Dhiya’ Al Umari mengkisahkan,“Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam berhasil menaklukan Persia, Romawi, Bulan Sabit Subur (Fortile Caesent) (Mesopotamia, Suriah-Palestina) dan Mesir. Umat Islam juga berhasil menjadikan Kufah, Bashrah dan Fusthat sebagai pusat kota. Demikianlah, Islam terus berekspansi sampai akhirnya Khalifah Umar dibunuh oleh Abu Lu’lu’ah Al-Majusi, budak dari Mughirah bin Syu’bah, ketika beliau sedang mengimami shalat Shubuh pada malam Rabu bulan Dzulhijjah tahun ke-23 hijriyah. Khalifah meninggal setelah memerintah selama 10 tahun 6 bulan radhiyallahu 'anhu.”
Kedua: Pengkhianatan Abdullah bin Saba’. Ia adalah orang yang pertama kali mendirikan Syiah. Para ulama Syiah, sebagaimana dikatakan oleh mantan tokoh Syiah Sayyid Husen Al Musawi dalam bukunya Lillah tsumma Lit Tarikh, mengakui bahwa Abdullah bin Saba’ adalah pendiri syiah. Pengakuan ini ada dalam lebih dari 20 buku referensi Syiah.
Abdullah bin Saba’ adalah Yahudi yang berpura-pura masuk Islam dan menebarkan fitnah di kalangan masyarakat awam agar memberontak kepada Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu pada tahun ke-34 Hijriah. Satu tahun kemudian, yaitu pada tahun ke-35 Hijriah, ribuan orang dengan alasan melaksanakan haji, datang ke Madinah dan mengepung rumah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu selama 40 hari dan melarang shalat di masjid. Sampai akhirnya mereka membunuh Khalifah Utsman radhiyallahu anhu.
Ketiga: Pengkhianatan pengikut Syiah dengan membunuh Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain radhiyallahu anhuma. Ketika Hasan dan Husain akan pergi ke Khufah, Muhammad bin Ali bin Abi Thalib menasehatinya agar tidak pergi ke Kufah dengan berkata, “Saudaraku, engkau telah mengetahui bahwa penduduk Kufah mengkhianati Ayahmu (Ali) dan Saudaramu (Hasan). Saya takut keadaanmu akan seperti keadaan orang-orang yang telah berlalu (pergi ke Kufah).” (Al-Luhuf, Ibnu Thawus hlm 39, dan Asyura, Al-Ihsa, hlm. 110).
Dalam kitab Man Qatala Husain (Siapa Pembunuh Husain) karangan Abdullah bin Abdul Aziz dipaparkan secara rinci siapa yang sebenarnya membunuh Sayyidina Husain radhiyallahu anhu. Bahwa, ternyata pembunuhnya adalah orang Syiah sendiri yaitu Sanan bin Anas An-Nakhai dan Syammar bin Dzil Jusyan yang dipimpin oleh Ubaidillah bin Ziyad.
Dalam kitab Taarikh Abil Fida’ Al Musamma Al-Mukhtashar fi Akhbaril Basyar Juz 1 hlm. 265 jelas sekali kronologis terbunuhnya Imam Husain oleh kaum Syiah sendiri yang dipimpin oleh Ubaidillah bin Ziyad yang sebelumnya merupakan tentara di pasukan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu (148 H – 193 H/786 M – 842 M).
Keempat: Pengkhianatan Ali bin Yaqtin pada masa Harun Al-Rasyid yang telah merobohkan penjara yang dihuni oleh 500 narapidana kemudian dia mengirim surat kepada Imam Al-Kadzim (Imam Syiah) menanyakan hal itu dan dijawab, "Bila kamu bertanya sebelum peristiwa itu terjadi maka darah mereka tidak masalah (tidak berdosa), tetapi karena kamu bertanya setelah terjadi maka kamu harus bayar kaffarah setiap yang terbunuh dengan seekor kambing jantan." (Hakikatus Syiah, hlm. 55).
Yah, kaffarah seekor kambing untuk nyawa seorang muslim bukan karena menghargai nyawanya, tapi karena Ali bin Yaqtin membunuh mereka sebelum meminta izin kepada Imam mereka.
Kelima: Dinasti Fathimiyah di Mesir sejak tahun 301 H – 567 H adalah pemerintahan Syiah yang memaksakan ajaran Syiah kepada penduduk Ahlus Sunah dengan berbagai cara. Dan yang lebih pahit dari itu bekerja sama dan mengundang tentara Salib dari Eropa masuk ke Mesir untuk membantai umat Islam Ahlus Sunnah yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Saljuk yang sunni.
Dari sinilah awal munculnya nama salah satu tokoh mujahid besar dalam Islam, Shalahuddin al-Ayyubi—rahimahullah. Tokoh mujahid yang telah membebaskan bumi al-Quds dari kekuasaan pasukan Salib. Beliau adalah seorang panglima perang yang gigih menghadapi konspirasi orang-orang Syiah Fathimiyah dan tentara-tentara Salib dari Eropah.
Syiah saat ini berkoar-koar untuk membebaskan tanah al-Quds (Palestina) dari tangan penjajah Israel. Dan mengaku paling depan dalam membela Palestina. Namun sejarah membuktikan, Syiah justru bahu membahu dengan tentara-tentara Salibis dalam menghadapi Shalahuddin al-Ayyubi.
Keenam: Pengkhianatan Syiah al-Qaramithah.
Pada tahun 294 H, mereka menghadang jamaah haji ketika mereka pulang dari Makkah setelah menunaikan manasik haji. Mereka menemui kafilah pertama yang lewat, lalu menyerang mereka dengan hebat. Ketika al-Qaramithah melihat kuatnya perlawanan mereka, mereka pun bertanya, "Apakah wakil sultan bersama kalian?" Mereka menjawab, "Tidak ada satu pun yang bersama kami." Mereka lalu berkata, "Kami tidak menginginkan kalian. Tenanglah dan pergilah kalian." Namun ketika mereka mulai berbalik untuk pergi, ternyata al-Qaramithah menyerang balik dan membunuh mereka semua.
Mereka mengintai setiap kafilah haji, kafilah demi kafilah diancam dengan menghunuskan pedang, lalu membunuh mereka semua. Lalu dikumpulkan mayat korban yang terbunuh, hingga seperti sebuah gundukan tanah. Mereka mengirimkan orang yang mengamankan para jamaah haji yang melarikan diri di belakangnya, kemudian ketika mereka kembali, mereka pun dibunuh seluruhnya. Para wanita al-Qaramithah lalu sengaja mengitari para korban guna menawarkan air minum, namun siapa saja yang mengajak mereka berbicara (ketahuan masih hidup), maka para wanita itu akan membunuhnya.
Dikatakan bahwa jumlah korban yang terbunuh dalam peristiwa ini mencapai dua puluh ribuan. Dalam peristiwa itu mereka menggali sumur-sumur lalu mengotori airnya dengan bangkai, debu dan batu. Jumlah uang yang mereka rampas dari para jamaah haji mencapai ribuan dinar. (Lihat al-Kamil fi at-Tarikh karya Ibnul Atsir, 6/432-433).
Ibnu Katsir—rahimahullah—juga menyebutkan dalam al-Bidayah wa an-Nihayah sejarah pengkhianatan-pengkhianatan Syiah al-Qaramithah. Di antaranya, beliau menyebutkan, "Pada tahun 317 H, orang-orang al-Qaramithah pergi ke Makkah pada hari Tarwiyah. Mereka memerangi para jamaah haji di perbatasan kota Makkah dan perkampungannya; di Masjid al-Haram dan di dalam Ka'bah. Mereka benar-benar telah membunuh banyak orang.
Pemimpin mereka, Abu Thahir—semoga Allah melaknatnya—duduk di depan pintu Ka'bah dan para laki-laki memagari di sekitarnya, sementara pedang-pedang beraksi membantai jamaah Masjdil Haram, di bulan haram, di hari Tarwiyah, hari yang paling mulia. Para jamaah haji melarikan diri dari mereka. Mereka bergelantungan pada tirai-tirai Ka'bah. Sayang, hal itu tak berguna sama sekali. Bahkan Syiah terus mengejar dan membunuh, meski mereka bergelantungan padanya.
Ketika Abu Thahir al-Qirmithi telah menyelesaikan perbuatannya dan melakukan apa yang telah dia lakukan terhadap para jamaah haji, ia lalu memerintahkan anak buahnya untuk menutup sumur zam-zam dengan dengan melemparkan korban yang meninggal ke dalamnya, dan juga menghancurkan kubahnya. Dia juga memerintahkan untuk mencopot pintu Ka'bah dan melepaskan kain penutupnya, lalu merobeknya dan membagi-bagikannya kepada para sahabat-sahabatnya.
Kemudian dia memerintahkan salah seorang anak buahnya untuk mencabut Hajar Aswad. Lalu seorang laki-laki mendatangi-nya, dan kemudian ia memukulnya dengan barang berat yang ada di tangannya. Dia berkata, "Di manakah burung Ababil? Dan di manakah batu yang berasal dari tanah yang terbakar itu (seraya menantang)?" Kemudian dengan garang dia mencabut Hajar Aswad. Mereka membawanya pergi bersama mereka ke negaranya. Hajar Aswad tetap ada bersama mereka selama 22 tahun. Lalu mereka mengembalikannya pada tahun 339 H. (Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah karya Imam Ibnu Katsir, 11/160—161. Al-Kamil fi al-Tarikh, 7/53—54).
Tujuh : Pengkhianatan Menteri al-Alqami dengan Masuknya Orang-orang Tartar ke Baghdad
Ibnu Katsir, penulis Tafsir Ibnu Katsir menceritakan beberapa peristiwa yang terjadi tahun 642 H. Di antaranya beliau mengisahkan tentang seorang menteri beraliran Syiah pada masa pemerintahan Khalifah al-Mu’tashim Billah, yaitu al-Alqami, “Dia bukanlah menteri yang dapat dipercaya. Kinerjanya pun tak dapat diharapkan. Dialah yang telah membantu kehancuran kaum Muslimin dalam persoalan Holako Khan (pemimpin Tartar).” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/164).
Holako Khan datang bersama dua ratus ribu pasukannya. Mereka mengepung Baghdad dari Barat dan Timur. Mereka membunuh siapa saja yang dapat mereka bunuh. Laki-laki, perempuan, wanita, anak-anak, orang tua dan para pemuda. Di antara ulama Ahlussunnah yang mereka bunuh pada saat itu adalah Syaikh Ibnul Jauzi—rahimahullah—beserta ketiga anaknya.
Ibnu Katsir—rahimahullah—berkata, “Orang-orang berbeda pendapat mengenai jumlah kaum muslimin yang tewas di Baghdad dalam peristiwa ini. Ada yang mengatakan delapan ratus ribu, ada yang mengatakan satu juta delapan ratus ribu, dan ada yang mengatakan jumlahnya mencapai dua jutaan jiwa.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/202).
“Korban-korban tewas yang berada di jalanan, seakan-akan seperti gundukan tanah yang bertumpuk-tumpuk. Ketika hujan turun, mayat-mayat mereka dengan cepat berubah. Bangkai-bangkai itu pun mengeluarkan bau busuk menyengat ke seluruh penjuru kota. Udara tercemar menimbulkan wabah penyakit di mana-mana sehingga menyebar dan beterbangan di udara sampai ke negeri Syam. Banyak orang meninggal akibat perubahan cuaca dan pencemaran udara. Semua orang menderita akibat kenaikan harga, wabah penyakit, kematian, pembunuhan, dan penyakit tha’un.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/203).
Tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 655 H, Ibnu Katsir berkata, “Pada saat itu, di Baghdad terjadi fitnah yang hebat antara Ahlussunnah dan Syiah. Di mana al-Kurkh dan rumah-rumah orang Syiah ditaklukkan, termasuk rumah kerabat menteri Ibnu al-Alqami. Inilah yang menjadi salah satu penyebab paling kuat sehingga ia meminta bantuan kepada orang-orang Tatar.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/196).
Bisa jadi, ini salah satu motifnya, tapi motif utama orang jahat ini berkhianat adalah dari akidah Syiah yang diyakininya.
Delapan :Pengkhianatan Syiah ketika Orang-orang Tartar Masuk ke Syam.
Di antara yang menunjukkan pengkhianatan orang-orang Syiah di sana adalah bahwa Holako Khan ketika telah selesai menghancurkan Damaskus dan Syam serta membunuh banyak kaum muslimin, dia menyerahkan kekuasaan kehakiman (al-Qadha’) kepada orang Syiah, al-Qadhi Kamaluddin Umar bin Badr atas seluruh kota Syam, al-Maushil, Mardin, dan al-Akrad.
Sembilan : Pengkhianatan Nashiruddin ath-Thusi
Nashiruddin ath-Thusi hidup sezaman dengan menteri Ibnu al-Alqami. Dia adalah seorang Syiah Rafidhah yang jahat dan bengis sepertinya.
Orang-orang Syiah memuji pengkhianatan yang telah diperbuat oleh ath-Thusi dan mereka menyayanginya, dan menganggap pengkhianatan itu sebagai kemenangan yang nyata bagi Islam, contohnya, ulama mereka Muhammad Baqir al-Musawi dalam kitab Raudhat al-Jannat ketika menulis tentang ath-Thusi (1/300-301), mengatakan, “Dia adalah seorang peneliti, pembicara, orang yang bijaksana, yang baik dan mulia…. Di antara salah satu ceritanya yang terkenal adalah cerita di mana dia diminta untuk menjadi menteri seorang sultan yang sederhana dalam mengawasi Iran, Hulako Khan bin Tauli Jengis Khan, salah seorang pemimpin besar Tartar dan pegunungan Mongolia. Dan kedatangannya bersama rombongan sultan dengan penuh kesiapan ke Dar as-Salam Baghdad, untuk membimbing orang-orang, memperbaiki negara, memutus mata rantai penindasan dan kerusakan, memadamkan lingkaran kezaliman dan kekacauan dengan menghancurkan lingkaran kekuasaan Bani Abbas dan melakukan pembunuhan massal terhadap para pengikut mereka yang zalim, sehingga darah mereka yang kotor mengalir bagai air sungai, kemudian mengalir ke sungai Dajlah dan sebagian lagi ke neraka Jahannam, lembah kebinasaan dan tempat orang-orang yang celaka dan jahat.” (Haqiqat asy-Syiah, hal. 54).
Mahasuci Allah, Hulako Khan seorang berhati bengis dan kejam ia puji dengan gelar seorang sultan yang sederhana? Pengkhianatan yang menelan korban ratusan ribu nyawa kaum muslimin ia katakan sebagai membimbing orang-orang, memperbaiki negara?!
Benar apa yang dikatakan Allah Azza wa Jalla tentang perumpamaan orang-orang yang berkhianat dan membuat kerusakan, yaitu (artinya), “Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab, "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." “Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah: 11-12).
Imam kebanggaan Syiah, Khomeini juga telah memuji Nashiruddin ath-Thusi dan memberkati pengkhianatannya, dan menganggapnya sebagai kemenangan yang nyata bagi umat Islam. Dia mengatakan dalam kitabnya al-Hukumah al-Islamiyah, “Apabila situasi taqiyah mengharuskan salah seorang dari kita untuk masuk ke dalam barisan para penguasa, maka hal itu harus ditolak, walaupun penolakan itu berakibat dia harus dibunuh, kecuali masuknya ia secara formal membawa kemenangan yang nyata bagi Islam dan kaum muslimin, seperti masuknya Ali bin Yaqtin dan Nashiruddin ath-Thusi—rahimahumallah.” (al-Khomeini, al-Hukumah al-Islamiyah, halaman 142, cet. Keempat).
Sepuluh : Pengkhianatan Syiah dan Upaya Mereka Membunuh Shalahuddin al-Ayyubi
Orang-orang Syiah belum lupa bahwa Shalahuddin al-Ayyubi adalah orang yang telah melenyapkan Daulah Fathimiyah yang berhaluan Syiah di Mesir, dan mengembalikan kekuasaan bagi Ahlussunnah waljamaah. Karena itulah mereka berulangkali berusaha membunuhnya untuk mendirikan daulah Fathimiyah yang baru. Dan dalam semua konspirasi ini, mereka meminta bantuan kepada orang-orang asing melalui korespondensi kepada mereka.
Maka datanglah bantuan armada tentara asing. Setelah berlabuh di dermaga, mereka menurunkan seribu lima ratus kaveleri dari kapal-kapal perang mereka. Jumlah mereka ada tiga puluh ribu prajurit, yaitu para penunggang kuda dan pejalan kaki. Jumlah kapal yang mengangkut peralatan perang dan blokade adalah enam kapal, dan yang mengangkut perbekalan dan personil adalah empat puluh kapal perang. Jumlah mereka kira-kira lima puluh ribu pejalan kaki.
Mereka lalu menyerang kaum muslimin dan membunuh banyak sekali dari mereka. Sultan Shalahuddin al-Ayyubi sedang berada di Faqus dan mendapat berita pada hari ketiga setelah orang-orang asing berlabuh. Beliau segera menyiapkan pasukan dan berhasil mengusir pasukan asing tersebut. (Lihat as-Suluk li Ma’rifati ad-Duwal al-Muluk, 1/55-56).
Tahukah Anda, berapa banyaknya jumlah pengkhianatan orang-orang Syiah? Orang-orang Syiah terus merongrong pemerintahan Shalahuddin al-Ayyubi, sekiranya Allah ‘Azza wa Jalla tidak memberikan nikmat-Nya kepada Shalahuddin dan para pasukannya, tentulah akan semakin banyak pengorbanan jiwa dan darah yang mengalir.
Pengkhianatan ini bukan hanya sekadar usaha untuk membunuh Shalahuddin al-Ayyubi yang telah melenyapkan daulah Syiah di Mesir, tapi dampak dari itu semua adalah semakin berbahayanya orang-orang asing di negeri Syam. Ketika Shalahuddin hendak mendatangi mereka untuk melindungi Syam dari orang-orang asing, salah satu penghalang utamanya adalah pengkhianatan orang-orang Syiah kepadanya dalam kekuasaannya di Mesir (baca al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir, 12/287-288).
Inilah di antara contoh pengkhianatan Syiah dan usaha mereka dalam pembunuhan terhadap raja penolong Ahlussunnah, Shalahuddin al-Ayyubi—rahimahullah. Mereka merencanakan tipu daya, dan Allah menggagalkan tipu daya mereka. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Dr. Akram Dhiya’ Al Umari mengkisahkan,“Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam berhasil menaklukan Persia, Romawi, Bulan Sabit Subur (Fortile Caesent) (Mesopotamia, Suriah-Palestina) dan Mesir. Umat Islam juga berhasil menjadikan Kufah, Bashrah dan Fusthat sebagai pusat kota. Demikianlah, Islam terus berekspansi sampai akhirnya Khalifah Umar dibunuh oleh Abu Lu’lu’ah Al-Majusi, budak dari Mughirah bin Syu’bah, ketika beliau sedang mengimami shalat Shubuh pada malam Rabu bulan Dzulhijjah tahun ke-23 hijriyah. Khalifah meninggal setelah memerintah selama 10 tahun 6 bulan radhiyallahu 'anhu.”
Kedua: Pengkhianatan Abdullah bin Saba’. Ia adalah orang yang pertama kali mendirikan Syiah. Para ulama Syiah, sebagaimana dikatakan oleh mantan tokoh Syiah Sayyid Husen Al Musawi dalam bukunya Lillah tsumma Lit Tarikh, mengakui bahwa Abdullah bin Saba’ adalah pendiri syiah. Pengakuan ini ada dalam lebih dari 20 buku referensi Syiah.
Abdullah bin Saba’ adalah Yahudi yang berpura-pura masuk Islam dan menebarkan fitnah di kalangan masyarakat awam agar memberontak kepada Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu pada tahun ke-34 Hijriah. Satu tahun kemudian, yaitu pada tahun ke-35 Hijriah, ribuan orang dengan alasan melaksanakan haji, datang ke Madinah dan mengepung rumah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu selama 40 hari dan melarang shalat di masjid. Sampai akhirnya mereka membunuh Khalifah Utsman radhiyallahu anhu.
Ketiga: Pengkhianatan pengikut Syiah dengan membunuh Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain radhiyallahu anhuma. Ketika Hasan dan Husain akan pergi ke Khufah, Muhammad bin Ali bin Abi Thalib menasehatinya agar tidak pergi ke Kufah dengan berkata, “Saudaraku, engkau telah mengetahui bahwa penduduk Kufah mengkhianati Ayahmu (Ali) dan Saudaramu (Hasan). Saya takut keadaanmu akan seperti keadaan orang-orang yang telah berlalu (pergi ke Kufah).” (Al-Luhuf, Ibnu Thawus hlm 39, dan Asyura, Al-Ihsa, hlm. 110).
Dalam kitab Man Qatala Husain (Siapa Pembunuh Husain) karangan Abdullah bin Abdul Aziz dipaparkan secara rinci siapa yang sebenarnya membunuh Sayyidina Husain radhiyallahu anhu. Bahwa, ternyata pembunuhnya adalah orang Syiah sendiri yaitu Sanan bin Anas An-Nakhai dan Syammar bin Dzil Jusyan yang dipimpin oleh Ubaidillah bin Ziyad.
Dalam kitab Taarikh Abil Fida’ Al Musamma Al-Mukhtashar fi Akhbaril Basyar Juz 1 hlm. 265 jelas sekali kronologis terbunuhnya Imam Husain oleh kaum Syiah sendiri yang dipimpin oleh Ubaidillah bin Ziyad yang sebelumnya merupakan tentara di pasukan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu (148 H – 193 H/786 M – 842 M).
Keempat: Pengkhianatan Ali bin Yaqtin pada masa Harun Al-Rasyid yang telah merobohkan penjara yang dihuni oleh 500 narapidana kemudian dia mengirim surat kepada Imam Al-Kadzim (Imam Syiah) menanyakan hal itu dan dijawab, "Bila kamu bertanya sebelum peristiwa itu terjadi maka darah mereka tidak masalah (tidak berdosa), tetapi karena kamu bertanya setelah terjadi maka kamu harus bayar kaffarah setiap yang terbunuh dengan seekor kambing jantan." (Hakikatus Syiah, hlm. 55).
Yah, kaffarah seekor kambing untuk nyawa seorang muslim bukan karena menghargai nyawanya, tapi karena Ali bin Yaqtin membunuh mereka sebelum meminta izin kepada Imam mereka.
Kelima: Dinasti Fathimiyah di Mesir sejak tahun 301 H – 567 H adalah pemerintahan Syiah yang memaksakan ajaran Syiah kepada penduduk Ahlus Sunah dengan berbagai cara. Dan yang lebih pahit dari itu bekerja sama dan mengundang tentara Salib dari Eropa masuk ke Mesir untuk membantai umat Islam Ahlus Sunnah yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Saljuk yang sunni.
Dari sinilah awal munculnya nama salah satu tokoh mujahid besar dalam Islam, Shalahuddin al-Ayyubi—rahimahullah. Tokoh mujahid yang telah membebaskan bumi al-Quds dari kekuasaan pasukan Salib. Beliau adalah seorang panglima perang yang gigih menghadapi konspirasi orang-orang Syiah Fathimiyah dan tentara-tentara Salib dari Eropah.
Syiah saat ini berkoar-koar untuk membebaskan tanah al-Quds (Palestina) dari tangan penjajah Israel. Dan mengaku paling depan dalam membela Palestina. Namun sejarah membuktikan, Syiah justru bahu membahu dengan tentara-tentara Salibis dalam menghadapi Shalahuddin al-Ayyubi.
Keenam: Pengkhianatan Syiah al-Qaramithah.
Pada tahun 294 H, mereka menghadang jamaah haji ketika mereka pulang dari Makkah setelah menunaikan manasik haji. Mereka menemui kafilah pertama yang lewat, lalu menyerang mereka dengan hebat. Ketika al-Qaramithah melihat kuatnya perlawanan mereka, mereka pun bertanya, "Apakah wakil sultan bersama kalian?" Mereka menjawab, "Tidak ada satu pun yang bersama kami." Mereka lalu berkata, "Kami tidak menginginkan kalian. Tenanglah dan pergilah kalian." Namun ketika mereka mulai berbalik untuk pergi, ternyata al-Qaramithah menyerang balik dan membunuh mereka semua.
Mereka mengintai setiap kafilah haji, kafilah demi kafilah diancam dengan menghunuskan pedang, lalu membunuh mereka semua. Lalu dikumpulkan mayat korban yang terbunuh, hingga seperti sebuah gundukan tanah. Mereka mengirimkan orang yang mengamankan para jamaah haji yang melarikan diri di belakangnya, kemudian ketika mereka kembali, mereka pun dibunuh seluruhnya. Para wanita al-Qaramithah lalu sengaja mengitari para korban guna menawarkan air minum, namun siapa saja yang mengajak mereka berbicara (ketahuan masih hidup), maka para wanita itu akan membunuhnya.
Dikatakan bahwa jumlah korban yang terbunuh dalam peristiwa ini mencapai dua puluh ribuan. Dalam peristiwa itu mereka menggali sumur-sumur lalu mengotori airnya dengan bangkai, debu dan batu. Jumlah uang yang mereka rampas dari para jamaah haji mencapai ribuan dinar. (Lihat al-Kamil fi at-Tarikh karya Ibnul Atsir, 6/432-433).
Ibnu Katsir—rahimahullah—juga menyebutkan dalam al-Bidayah wa an-Nihayah sejarah pengkhianatan-pengkhianatan Syiah al-Qaramithah. Di antaranya, beliau menyebutkan, "Pada tahun 317 H, orang-orang al-Qaramithah pergi ke Makkah pada hari Tarwiyah. Mereka memerangi para jamaah haji di perbatasan kota Makkah dan perkampungannya; di Masjid al-Haram dan di dalam Ka'bah. Mereka benar-benar telah membunuh banyak orang.
Pemimpin mereka, Abu Thahir—semoga Allah melaknatnya—duduk di depan pintu Ka'bah dan para laki-laki memagari di sekitarnya, sementara pedang-pedang beraksi membantai jamaah Masjdil Haram, di bulan haram, di hari Tarwiyah, hari yang paling mulia. Para jamaah haji melarikan diri dari mereka. Mereka bergelantungan pada tirai-tirai Ka'bah. Sayang, hal itu tak berguna sama sekali. Bahkan Syiah terus mengejar dan membunuh, meski mereka bergelantungan padanya.
Ketika Abu Thahir al-Qirmithi telah menyelesaikan perbuatannya dan melakukan apa yang telah dia lakukan terhadap para jamaah haji, ia lalu memerintahkan anak buahnya untuk menutup sumur zam-zam dengan dengan melemparkan korban yang meninggal ke dalamnya, dan juga menghancurkan kubahnya. Dia juga memerintahkan untuk mencopot pintu Ka'bah dan melepaskan kain penutupnya, lalu merobeknya dan membagi-bagikannya kepada para sahabat-sahabatnya.
Kemudian dia memerintahkan salah seorang anak buahnya untuk mencabut Hajar Aswad. Lalu seorang laki-laki mendatangi-nya, dan kemudian ia memukulnya dengan barang berat yang ada di tangannya. Dia berkata, "Di manakah burung Ababil? Dan di manakah batu yang berasal dari tanah yang terbakar itu (seraya menantang)?" Kemudian dengan garang dia mencabut Hajar Aswad. Mereka membawanya pergi bersama mereka ke negaranya. Hajar Aswad tetap ada bersama mereka selama 22 tahun. Lalu mereka mengembalikannya pada tahun 339 H. (Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah karya Imam Ibnu Katsir, 11/160—161. Al-Kamil fi al-Tarikh, 7/53—54).
Tujuh : Pengkhianatan Menteri al-Alqami dengan Masuknya Orang-orang Tartar ke Baghdad
Ibnu Katsir, penulis Tafsir Ibnu Katsir menceritakan beberapa peristiwa yang terjadi tahun 642 H. Di antaranya beliau mengisahkan tentang seorang menteri beraliran Syiah pada masa pemerintahan Khalifah al-Mu’tashim Billah, yaitu al-Alqami, “Dia bukanlah menteri yang dapat dipercaya. Kinerjanya pun tak dapat diharapkan. Dialah yang telah membantu kehancuran kaum Muslimin dalam persoalan Holako Khan (pemimpin Tartar).” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/164).
Holako Khan datang bersama dua ratus ribu pasukannya. Mereka mengepung Baghdad dari Barat dan Timur. Mereka membunuh siapa saja yang dapat mereka bunuh. Laki-laki, perempuan, wanita, anak-anak, orang tua dan para pemuda. Di antara ulama Ahlussunnah yang mereka bunuh pada saat itu adalah Syaikh Ibnul Jauzi—rahimahullah—beserta ketiga anaknya.
Ibnu Katsir—rahimahullah—berkata, “Orang-orang berbeda pendapat mengenai jumlah kaum muslimin yang tewas di Baghdad dalam peristiwa ini. Ada yang mengatakan delapan ratus ribu, ada yang mengatakan satu juta delapan ratus ribu, dan ada yang mengatakan jumlahnya mencapai dua jutaan jiwa.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/202).
“Korban-korban tewas yang berada di jalanan, seakan-akan seperti gundukan tanah yang bertumpuk-tumpuk. Ketika hujan turun, mayat-mayat mereka dengan cepat berubah. Bangkai-bangkai itu pun mengeluarkan bau busuk menyengat ke seluruh penjuru kota. Udara tercemar menimbulkan wabah penyakit di mana-mana sehingga menyebar dan beterbangan di udara sampai ke negeri Syam. Banyak orang meninggal akibat perubahan cuaca dan pencemaran udara. Semua orang menderita akibat kenaikan harga, wabah penyakit, kematian, pembunuhan, dan penyakit tha’un.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/203).
Tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 655 H, Ibnu Katsir berkata, “Pada saat itu, di Baghdad terjadi fitnah yang hebat antara Ahlussunnah dan Syiah. Di mana al-Kurkh dan rumah-rumah orang Syiah ditaklukkan, termasuk rumah kerabat menteri Ibnu al-Alqami. Inilah yang menjadi salah satu penyebab paling kuat sehingga ia meminta bantuan kepada orang-orang Tatar.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/196).
Bisa jadi, ini salah satu motifnya, tapi motif utama orang jahat ini berkhianat adalah dari akidah Syiah yang diyakininya.
Delapan :Pengkhianatan Syiah ketika Orang-orang Tartar Masuk ke Syam.
Di antara yang menunjukkan pengkhianatan orang-orang Syiah di sana adalah bahwa Holako Khan ketika telah selesai menghancurkan Damaskus dan Syam serta membunuh banyak kaum muslimin, dia menyerahkan kekuasaan kehakiman (al-Qadha’) kepada orang Syiah, al-Qadhi Kamaluddin Umar bin Badr atas seluruh kota Syam, al-Maushil, Mardin, dan al-Akrad.
Sembilan : Pengkhianatan Nashiruddin ath-Thusi
Nashiruddin ath-Thusi hidup sezaman dengan menteri Ibnu al-Alqami. Dia adalah seorang Syiah Rafidhah yang jahat dan bengis sepertinya.
Orang-orang Syiah memuji pengkhianatan yang telah diperbuat oleh ath-Thusi dan mereka menyayanginya, dan menganggap pengkhianatan itu sebagai kemenangan yang nyata bagi Islam, contohnya, ulama mereka Muhammad Baqir al-Musawi dalam kitab Raudhat al-Jannat ketika menulis tentang ath-Thusi (1/300-301), mengatakan, “Dia adalah seorang peneliti, pembicara, orang yang bijaksana, yang baik dan mulia…. Di antara salah satu ceritanya yang terkenal adalah cerita di mana dia diminta untuk menjadi menteri seorang sultan yang sederhana dalam mengawasi Iran, Hulako Khan bin Tauli Jengis Khan, salah seorang pemimpin besar Tartar dan pegunungan Mongolia. Dan kedatangannya bersama rombongan sultan dengan penuh kesiapan ke Dar as-Salam Baghdad, untuk membimbing orang-orang, memperbaiki negara, memutus mata rantai penindasan dan kerusakan, memadamkan lingkaran kezaliman dan kekacauan dengan menghancurkan lingkaran kekuasaan Bani Abbas dan melakukan pembunuhan massal terhadap para pengikut mereka yang zalim, sehingga darah mereka yang kotor mengalir bagai air sungai, kemudian mengalir ke sungai Dajlah dan sebagian lagi ke neraka Jahannam, lembah kebinasaan dan tempat orang-orang yang celaka dan jahat.” (Haqiqat asy-Syiah, hal. 54).
Mahasuci Allah, Hulako Khan seorang berhati bengis dan kejam ia puji dengan gelar seorang sultan yang sederhana? Pengkhianatan yang menelan korban ratusan ribu nyawa kaum muslimin ia katakan sebagai membimbing orang-orang, memperbaiki negara?!
Benar apa yang dikatakan Allah Azza wa Jalla tentang perumpamaan orang-orang yang berkhianat dan membuat kerusakan, yaitu (artinya), “Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab, "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." “Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah: 11-12).
Imam kebanggaan Syiah, Khomeini juga telah memuji Nashiruddin ath-Thusi dan memberkati pengkhianatannya, dan menganggapnya sebagai kemenangan yang nyata bagi umat Islam. Dia mengatakan dalam kitabnya al-Hukumah al-Islamiyah, “Apabila situasi taqiyah mengharuskan salah seorang dari kita untuk masuk ke dalam barisan para penguasa, maka hal itu harus ditolak, walaupun penolakan itu berakibat dia harus dibunuh, kecuali masuknya ia secara formal membawa kemenangan yang nyata bagi Islam dan kaum muslimin, seperti masuknya Ali bin Yaqtin dan Nashiruddin ath-Thusi—rahimahumallah.” (al-Khomeini, al-Hukumah al-Islamiyah, halaman 142, cet. Keempat).
Sepuluh : Pengkhianatan Syiah dan Upaya Mereka Membunuh Shalahuddin al-Ayyubi
Orang-orang Syiah belum lupa bahwa Shalahuddin al-Ayyubi adalah orang yang telah melenyapkan Daulah Fathimiyah yang berhaluan Syiah di Mesir, dan mengembalikan kekuasaan bagi Ahlussunnah waljamaah. Karena itulah mereka berulangkali berusaha membunuhnya untuk mendirikan daulah Fathimiyah yang baru. Dan dalam semua konspirasi ini, mereka meminta bantuan kepada orang-orang asing melalui korespondensi kepada mereka.
Maka datanglah bantuan armada tentara asing. Setelah berlabuh di dermaga, mereka menurunkan seribu lima ratus kaveleri dari kapal-kapal perang mereka. Jumlah mereka ada tiga puluh ribu prajurit, yaitu para penunggang kuda dan pejalan kaki. Jumlah kapal yang mengangkut peralatan perang dan blokade adalah enam kapal, dan yang mengangkut perbekalan dan personil adalah empat puluh kapal perang. Jumlah mereka kira-kira lima puluh ribu pejalan kaki.
Mereka lalu menyerang kaum muslimin dan membunuh banyak sekali dari mereka. Sultan Shalahuddin al-Ayyubi sedang berada di Faqus dan mendapat berita pada hari ketiga setelah orang-orang asing berlabuh. Beliau segera menyiapkan pasukan dan berhasil mengusir pasukan asing tersebut. (Lihat as-Suluk li Ma’rifati ad-Duwal al-Muluk, 1/55-56).
Tahukah Anda, berapa banyaknya jumlah pengkhianatan orang-orang Syiah? Orang-orang Syiah terus merongrong pemerintahan Shalahuddin al-Ayyubi, sekiranya Allah ‘Azza wa Jalla tidak memberikan nikmat-Nya kepada Shalahuddin dan para pasukannya, tentulah akan semakin banyak pengorbanan jiwa dan darah yang mengalir.
Pengkhianatan ini bukan hanya sekadar usaha untuk membunuh Shalahuddin al-Ayyubi yang telah melenyapkan daulah Syiah di Mesir, tapi dampak dari itu semua adalah semakin berbahayanya orang-orang asing di negeri Syam. Ketika Shalahuddin hendak mendatangi mereka untuk melindungi Syam dari orang-orang asing, salah satu penghalang utamanya adalah pengkhianatan orang-orang Syiah kepadanya dalam kekuasaannya di Mesir (baca al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir, 12/287-288).
Inilah di antara contoh pengkhianatan Syiah dan usaha mereka dalam pembunuhan terhadap raja penolong Ahlussunnah, Shalahuddin al-Ayyubi—rahimahullah. Mereka merencanakan tipu daya, dan Allah menggagalkan tipu daya mereka. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
sumber: https://www.facebook.com/StatusNasehatUntukSaudaraku/posts/438348036260310