"Education aims at independence of judgement. Propaganda offers ready-made opinion for the unthinking herd."
THEMALAYPRESS - FIKIR DENGAN KRITIS | TERUS MELANGKAH LEBIH JAUH.

Assalamu'alaikum wbt dan salam sejahtera. Terima kasih kepada para pembaca yang masih setia mengikuti blog ini!
~ MOHAB (Blog layout versi 1 September 2014 - 17.07.2014 - 19 Ramadhan 1435)

Rabu, November 30, 2011

Berbuat baiklah kepada kedua orang tua...

0 comments
Ketahuilah para pembaca.

Apabila orang tua kita meninggal dunia, maka segala amal perbuatan kita ditunjuki malaikat kepada orang tua kita. Jika amal perbuatan kita yang baik, maka orang tua kita menerima dengan senang hati dan mendoakan kepada kita. Sebaliknya jika perbuatan kejahatan, keduanya akan duka cita dan kecewa.

Maka beruntunglah ibu bapak yang mempunyai anak shalih yang selalu mendoa'kan dia. Sebab si anak bisa besar dan dewasa, sampai dia mengerti buat ibadat dan taat kepada Tuhan BERKAT didikan orang tuanya.

Kata Nabi Muhammad s.a.w "Amal manusia yang tidak putusnya mendapat pahala disisi Allah." ada tiga perkara:

1. Amal Jariyah
Artinya, pekerjaan baik umpamannya dia menyumbang tenaga atau hartanya atau fikirannya kepada masyarakat guna perbaikan dan pembiayaan untuk masjid, musholla, madrasah, rumah sakit dan sebagainya, selagi masjid digunakan untuk beribadat, dan semasih musholla dan madrasah dipakai orang, maka selama itu pula orang tadi mendapat pahala disisi Tuhan .

Tapi kebanyakkan orang berpaham amal jariyah itu hanya untuk agama sahaja. Padahal umumpun termasuk amal jariyah juga. Misalnya sebuah jalan dan jambatan yang umum dipergunakan mendapat kerusakan, kemudian secara bergotong-royong masyarakat setempat memperbaiki itu pun termasuk amal jariyah juga.

Orang awam berpendapat yang dikatakan amal shalih, adalah cuma shalat dan puasa sahaja, padahal tidak demikian. Yang dimaksudkan dengan kata "amal shalih" adalah perbuatan yang baik, baik pada pandangan mata umum dan juga pandangan agama. Maka tandanya orang beriman adalah suka melakukan amal kebajikan.

2. Amal Yang Shalih (Ya'ni anak yang baik)
Sudah jelas jika orang ingin mempunyai anak yang shalih, tidak gampang begitu sahaja. Maka pertama wajib atas orang tua mengajar anaknya dengan pendidikan agama. Selain menyuruh sekolah umum, juga sekolah agama dan selain dari itu juga harus memberi contoh kepada anaknya bagaimana cara melaksanakan perintah agama. InsyaAllah anak itu dapat mencontohi orang tuanya.

3.Ilmu yang diajarkan kepada orang lain.
Adapun yang dimaksudkan ilmu adalah bukan ilmu agama sahaja, dan bukan ilmu untuk belajar shalat dan puasa sahaja. Ilmu itu adalah umum. Ilmu artinya adalah "pengetahuan.

Sebagaimana kata Nabi s.a.w:
"Sempurnanya agama dengan ilmu, sempurnanya dunia juga dengan ilmu"

Jadi tegasnya ilmu apa sja yang telah diajarkan kepada orang lain sedang orang mendapat manafaatnya dari ilmu itu, maka orang pertama yang mengajarkannya jika dia seorang muslim dia mendapat pahla yang tidak ada habisnya dari sisi Allah Subhana wata'ala.

Misalnya orang pandai membetulkan radio kemudian kepandaiannya diajarkan pada orang lain, lalu orang itu mendapat manafaatnya yang digunakan untuk mencari nafkah, maka orang yang mengajarkannya mendapat pahala "jariyah" dari sisi Allah Subhana Wata'ala.

Para pembaca budiman.
Demikianlah maksud tujuan amal jariyah, ya'ni amal yang mengalir pahalanya [kebaikan] bagi orang yang telah menyumbang amalnya atau ilmu guna kebaikan dunia dan agama.

Seperti kata Allah didalam Surah Al-Kahfi:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih (yang baik) adalah untuk mereka syurga Firdaus menjadi tempat tinggalnya."

Mereka kekal didalamnya, tidak mereka berpindah-pindah dari padanya (karena betahnya).

Allah berpesan didalam Al Quranul Karim:
"Jangan kamu membuat kerusakan dimuka bumi, karena Allah tidak menyukai kepada orang yang membuat kerusakan".

Sumber: Berita Alam Ghaib Sebelum dan Sesudah Hari Kemudian, 1979. ms 85-84

Berbuat baiklah kepada kedua orang tua...hasil faedah-nya insyaAllah kembali kepada kita - Kata Tok Alim.

Read full post »

Selasa, November 29, 2011

Nabi Isa menjadi Hakim yang Adil

0 comments
Nabi Isa menjadi Hakim yang Adil

Tentang kedatangan Nabi Isa ibnu Maryam, Nabi Muhammad s.a.w telah menerangkan dengan sabdanya:

...Demi diriku yang tergenggam didalam kekuasaan-Nya. Sudah dekat pasti akan turun Isa bin Maryam menjadi hakim yang adil. Akan dihancurkan kayu Salib, akan dibunuhnya babi, akan dihapus pajak - pajak dan harta akan melimpah-limpah. Sehingga orang tidak mahu menerima sadakah. Satu kali sujud lebih baik daripada dunia seisinya. Riwayat Bukhori

Di zaman kedatangan Isa nanti keamanan sangat terjamin, berkat karena semua orang telah sedar dan beriman. Dapat diumpamakan, jika anak kambing dicampur dikandang macan, niscaya selamat ridak dimakan macan. Demikian kiranya andaikata anak gadis berjalan ditengah malam, tidak ada seorang laki-laki yang akan mengganggunya apalagi memperkosanya. Demikian pula jika orang kehilangan uang atau barang-barang tidak usah cemas dan khawatir, barang itu akan dikembalikan oleh orang yang menemuinya.

Nabi Isa membawa undang-undang Islam. Dilarang memperjual beli barang yang haram, seperti menjual minuman keras, dilarang menjual daging babi bahkan binatang babi harus dibunuh, tidak boleh dipelihara. Selain itu dihapuskan pemungutan pajak-pajak tapi sebagai gantinya orang diwajibkan berzakat, hasil perusahaan, perdagangan, pertanian, sebanyak dua setengah persen. Pada masa itu harta benda melimpah-limpah aman makmur, gemah ripah loh jinawi.

Dizaman itu digunakan undang-udang Al Quran, tentang kriminalitas. Perampok, pencuri dengan undang-undang dipotong tangan, orang berzina laki-laki dan perempuan harus menjalankan hukum dera (rajam), orang yang membunuh dikenakan hukuman bunuh pula. Dimasa itulah orang merasa seaman-amannya, karena kesadaran dan keinsyafan yang merata, seluruh lapisan masyarakat dan karena semua penduduk dunia masa itu betul-betul beriman dan betul-betul bertakwa kepada Tuhan.

Sebagaimana kata Tuhan:
Jika betul-betul penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti kami akan bukakan atas mereka segala keBERKATAN dari langit dan bumi

Firman Tuhan:
Dan andaikata mereka meminta ampun kepada Tuhanmu, kemudian bertobat kepadanya mereka akan diberikan kehidupan yang bagus sampai ajal mereka.

Semua Ulama sependapat, bahawa Nabi Isa a.s tidak membawa sareat baru, hanya membawa syareat Nabi Muhammad s.a.w. Dikatakan pula, sesudah itu Nabi Isa a.s beristeri dan mempunyai anak. Kurang lebih sepuluh tahun lamanya Nabi Isa a.s berada di dunia bersama Imam Mahdi, kemudian beliau wafat sebagaimana biasa.

Sumber: Berita Alam Ghaib Sebelum dan Sesudah Hari Kemudian, Ms134-133

Warta Berita hari muka ini dikhabarkan oleh ulama-ulama nusantara dalam himpunan kitab-kitab yang disusun kembali oleh Ustadz Musannif Effendie, Jakarta 8 Desember 1979.

Antara kitab-kitab tersebut adalah:
1. Al Quranul Karim
2. Tafsir Jalalain
3. Tafsir Tanwirul Miqbas, Abu Thohir Muhammad bin Ya'cub Alfairuz Zabadi
4. Tafsir
5. Bada'i'uz Zuhur Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas Al Hanafi
6. Ihyaa 'Ulumudin - Imam Al Ghozali
7. Kasful Ghoibiyah - Syaikh Zainul Abidin Muhammad Al Fatoni
8. Qishoshul Anbia - Imam Ibnu Ishaq Ahmad bin Muhammad Ibrahim Ats-tsa'labi
9. Dan lain-lain.

Komen TMP:

Kisah ini akan terjadi apabila the Dajjal - False Messiah dibunuh oleh Nabi Isa a.s dalam kisah tentera Mukmin pimpinan Al Mahdi bersama-sama Nabi Isa a.s mengembalikan dunia ini keseluruhannya kepada Islam.

Selagi Dajjal (dan sistemnya) tidak dibunuh oleh Nabi Isa a.s maka selagi itu jangan diharap undang-undang Islam atau sistem pemerintahan Khalifah akan dapat diwujudkan seperti yang akan dilaksanakan oleh pemerintahan Al Mahdi dan Nabi Isa a.s, ini kerana Dajjal dan juak-juaknya akan sentiasa mencantasnya - Evil Eyes, Electric Eye, All Seeing Eye dan lain-lain yang bertindak seumpama Tuhan memerhatikan dan mengawal pergerakan manusia supaya menurut perintah mereka.

Tidak percaya? Suruh sahaja Raja Saud yang istihar diri jadi Khalifah Islam, kenapa tidak? Sedangkan mereka yang mengawal Haramain hari ini?

Oleh itu dewasa ini, secara logiknya, siapa sahaja yang berani mengaku menjadi Khalifah secara terang-terangan malah ditatang pula bagai minyak yang penuh pasti ada yang tidak kena. Kerana Al Mahdi tidak pernah mengangkat dirinya sebagai Khalifah malah Baginda turut menolak apabila hendak di baiah.

Dan menurut ceritanya hanya Al Mahdi yang kenal Nabi Isa a.s. Dengan kehendak Allah taala, hasil daripada pertemuan Al Mahdi dan Nabi Isa diwaktu subuh itu nantilah yang akan menghasilkan tag team yang akan menghancurkan sistem Dajjal dan permainan New World Order buat selama-lamanya. Secara mudah bicaranya, Khalifah Akhirul Zaman Al Mahdi pasti datang bersamanya adalah Nabi Isa a.s. full stop.

Maka disini ada beberapa persoalan untuk para pembaca memikirkannya:

1. Adakah kisah kemenangan Al Mahdi dan Nabi Isa a.s itu berasaskan parti POLITIK samada yang bernama Islam mahupun yang tidak bernama Islam?

2. Adakah Al Mahdi dan Nabi Isa a.s membenarkan orang Kafir menggunakan Kalimah Allah?

3. Adakah Nabi Isa a.s turun untuk bersekongkol dengan Dajjal menegakkan SALIB dan membenarkan agama Kristian menggunakan Kalimah Allah?

4. Adakah Al Mahdi dan Nabi Isa a.s berjuang untuk HAK SAMA RATA semua agama?

5. Oleh itu kerja-kerja yang hendak MENYAMA RATA AGAMA dan membenarkan KALIMAH ALLAH digunakan oleh orang kafir ini kerja siapa sebenarnya?

"... ada pulak yang telah mengaku menjadi Nabi Isa, padahal anak seorang Punjabi" - kata Syeikh Imran Hosein secara sinis.



Read full post »

Isnin, November 21, 2011

Gong Perdamaian Dunia - World Peace Gong in Laos

0 comments
I couldn't sleep. So I packed up my gear and went a walk by myself looking for interesting subject at 2:00 am in the morning.

Patuxai Monument
"It's already late, no entry sir," says the guard
"Just gimme 10 minutes ... please ... big dogs you have there..."

Patuxai - literally meaning Victory Gate or Gate of Triumph, formerly the Anousavary or Anosavari Monument known by the French as Monument Aux Morts) is a war monument in the centre of Vientiane, Laos, which was built between 1957 and 1968. Patuxai is dedicated to those who fought in the struggle for independence from France. In romanising the name from the Laotian language, it is variously transliterated as Patuxai, Patuxay, Patousai and Patusai. It is also given the name of Patuxai Arch or the Asian version of Arc de Triomphe of Vientiane as it has general resemblance to the Arc de Triomphe in Paris; however, it is typically Laotian in design, decorated with many Buddhist mythological figurines such as of kinnari (half-female, half-bird figures) - Uncle Wiki

Finally, I got the Peace Gong.
(Dua orang jaga Gong tidur dalam kelambu...nyamuk tak hengat. Pakkai jaga tu ada, kalau dak mau gak gi ketuk gong tu ... baru jaga satu dunia pakat bangun. )

Gong Perdamaian Dunia - World Peace Gong (History)
Vientiane Laos , 8th June
2:36 am

Where is Vientiane?



 From a distance, at night, the street and the monument reminds me slightly of Paris too ... but of course with extremely peace.

What a Crazy Night!

HAB
Laos, 2011




Read full post »

Rabu, November 16, 2011

No Title

0 comments
SUPREME HEADQUARTERS
ALLIED EXPEDITIONARY FORCE

Soldiers, Sailors and Airmen of the Allied Expeditionary Force!

You are about to embark upon the Great Crusade, toward which we have striven these many months. The eyes of the world are upon you. The hopes and prayers of liberty loving people everywhere march with you. In company with our brave Allies and brothers-in-arms on other Fronts, you will bring about the destruction of the German war machine, the elimination of Nazi tyranny over the oppressed peoples of Europe, and security for ourselves in a free world.

Your task will not be an easy one. Your enemy is well trained, well equipped and battle-hardened. He will fight savagely.

But this is the year of 1944! Much has happened since the Nazi triumphs of 1940-41. The United Nations have inflicted upon the Germans great defeats, in open battle, man-to-man. Our air offensive has seriously reduced their strength in the air and their capacity to wage war on the ground. Our Home Fronts have given us an overwhelming superiority in weapons and munitions of war, and placed at our disposal great reserves of trained fighting men. The tide has turned! The free men of the world are marching together to Victory!

I have full confidence in your courage, devotion to duty and skill in battle. We will accept nothing less than full Victory!

Good Luck! And let us all beseech the blessing of Almighty God upon this great and noble undertaking.

Dwight D. Eisenhower
June 6, 1944




The 1994 Collectible of the Year commemorates the 50th anniversary of D-Day. Because of wartime shortages during WWII, Zippo was forced to fabricate lighter cases out of steel instead of the traditional brass. To keep them from rusting the cases were painted black, and the finish was baked on giving the lighter a "black crackle" look. 

The D-Day commemorative features a special insignia adapted from the official D-Day patch worn by allied forces, and the case duplicates the "black crackle" lighters that were made during WWII. Each lighter is elegantly displayed on a velour platform, and packaged in an attractive round metal tin. On the inside lid of the tin is a reprint of the original Eisenhower letter that was issued to troops on June 6, 1944.


Read full post »

Selasa, November 15, 2011

STORMBRINGER - EYE ON THE SKY

0 comments


This shot was taken just before the convoy moving up to Luang Prabang.


The storm was heading right toward us. Hold your ground!

"Becareful of the 'I' ..." - I'd like to attest that your statement was somewhat not wrong my friend.

HAB
Laos
2011

WHAT IS A STORMBRINGER ?


Stormbringer is the ninth studio album by Deep Purple, released in November 1974


(Blackmore/Coverdale)




Read full post »

Ahad, November 13, 2011

Viet Nam Bikers and Uncle Ho

0 comments


Apa ingat di Viet Nam takde Deep Purple 'misai melenting' ke?


Uncle Ho pejuang kemerdekaan Viet Nam...bukan ideologi yang nak dikenang, tapi semangat kemerdekaan, bebas daripada pemerintahan bangsa asing.

Anyway, buh gambar dulu cerita kemudian la ehh ... tapi ini pun dah boleh buka mata la kott?
Amirika tuu yeop!

Exclusive buat pembaca setia TMP ;-)

"Stormbringer cominggg..time to die..."


*these vintage photos were discovered and re-shoot in Laos with permission from the owner. It's time for the world to see. (those two photos are unrelated to each other)



Read full post »

Jumaat, November 11, 2011

Angkorcalypse Now

0 comments
An Apocalypse (Greek: ἀποκάλυψις apokálypsis; "lifting of the veil" or "revelation") is a disclosure of something hidden from the majority of mankind in an era dominated by falsehood and misconception.


Bayon, the state temple at Angkor Thom, [it is believed by the west that] Jayavarman VII’s (1181-c.1218) walled city.
Who actually built it?

Prasat Angkor
"Unlike most Angkorian temples, Angkor Wat is oriented to the west; scholars are divided as to the significance of this. Further evidence for this view is provided by the bas-reliefs, which proceed in a counter-clockwise direction—prasavya in Hindu terminology—as this is the reverse of the normal order. Rituals take place in reverse order during Brahminic funeral services. The temple is admired for the grandeur and harmony of the architecture, its extensive bas-reliefs, and for the numerous devatas (guardian spirits) adorning its walls." - Uncle Wiki

French postcard about Angkor Wat in 1911.
Henri Mouhot popularised the temple in the west in the mid 19th-century


The 1000 year old ruins of Angkor Wat, are just a couple miles to the north the small town of Siem Reap, Cambodia.
Can you count how many 'Kampongs' are there in Cambodia?

"Nobody sent me. I sent myself here.." a quote.

HAB
Angkor
Kingdom of Cambodia, 2011


Apocalypse Now, A Film History & the Sacrificial Water Buffalo



Bayon Temple, Cambodia
Photos by Simon Glassock


This article was written by Simon Glassock

Francis Ford Coppola’s Apocalypse Now is one of the most famous of all Hollywood films. It is a transposition of Joseph Conrad’s novel, Heart of Darkness, from the jungles of 19th century Belgian Congo to the jungles of Indochina during the Vietnam War. Released in 1979, just four years after the fall of Saigon, it has become one of the defining artistic representations of that traumatic conflict. Like the book, the film traces a river journey up-country in search of a European so far removed from his own civilisation that he has ‘gone native’ and, by reason of this deracination, mad.

In Coppola’s version a renegade Special Forces officer, Colonel Kurtz, has raised an army from the Montagnard (or Moi, in Vietnamese) tribes of the Central Highlands of Vietnam and is leading them in an independent war against the Viet Cong from his base at an abandoned Cambodian temple. Kurtz has allowed himself to be deified by his followers and is assuming the power of life and death over all who come within his reach. With rumour about Kurtz and his methods swirling wildly, even among the North Vietnamese, American military command in Saigon decides that he has become an unstable liability and Captain Willard is sent on a clandestine mission to terminate Kurtz' command, 'with extreme prejudice’.

Filming on location began in March 1976; a mere two months later Typhoon Olga struck, destroying the set and other equipment with an estimated loss of $1.3 million.

Marlon Brando’s portrayal of the insane Kurtz was itself more than a little eccentric. He arrived on location for his three week shoot grossly overweight, demanding to be filmed almost entirely in shadow and insisting on an ad lib script since he declined to learn any lines, let alone read the novel upon which the film was based. In an interview 30 years later Coppola reported that Brando’s script was worked up from recorded conversations he had had with the actor, who would then learn his lines by listening to recordings through an earpiece. Coppola may also have resorted to reading Conrad’s novel out loud to his star, though in the same interview he declared that Brando did finally read the book, if only the night before his filming started.

The other lead actor, Martin Sheen, was battling alcoholism and suffered a near-fatal heart attack during filming which necessitated his brother being flown in to act as a double. Quantities of drugs and alcohol were ingested by the cast and crew and the temple complex was at one stage decorated, for want of a more appropriate word, with real corpses.

Several scenes from the film have arguably slipped into the public consciousness and helped define the war itself: to the rising crescendo of Wagner's Ride of the Valkyries Lieutenant Colonel Kilgore's helicopters attack a Vietnamese village so that Lance Johnson can surf 'Charlie’s break'; Kilgore strides around the beach, inviolate under fire and intoning the line that has probably accompanied a thousand charred barbecue sausages:

I love the smell of napalm in the morning.

And all the while, a rock and roll soundtrack punctuates the episodes of death and destruction surrounding Willard on his journey upriver. Some of the most arresting images, however, come in the climactic closing scenes of the film which feature a graphic and disturbing sequence in which the sacrificial slaughter of a water buffalo is interleaved with Kurtz’s own execution.

Although these scenes appear to be highly stylised, the sacrifice was not improvised but part of a ceremony held by the Ifugao people, who had been recruited to play the Montagnards, and drawn to Coppola’s attention by his wife. The final act begins with Kurtz, silhouetted in the doorway to his temple sanctum, handing a buffalo to his followers. Illuminated only by lightning, massed ranks of candles and the guttering flames of torches, the buffalo is led to a carved stake, around which etiolated figures are dancing. To the accompaniment of a rapid, monotone drumming, men with shields and spears surround the motionless beast and shuffle rhythmically back and forth, enacting in symbolic slow-motion their killing thrusts. This puppetry is brutally swept aside as four parang-wielding men in loin-cloths step forward and hack down hard and fast and again and again into the animal’s body. Just as Kurtz is cut down by Willard, the buffalo is all but decapitated at the shoulders, its hind-quarters almost severed at the haunches.

As Coppola acknowledged, it was fortuitous that this sacred, and therefore blameless, violence took place at precisely the moment when he was seeking a way in which to portray Kurtz’s own death:

I was really desperately looking for a way to end the film, as the original script had an ending more appropriate for a war film in the style of A Bridge Too Far. So I decided, after much thought and conversation, to have Martin end by assassinating the great king (Kurtz), and utilise the fact that the Ifagao (sic) people were going to sacrifice their water buffalo on our last day of shooting. 
Perhaps too, the film was by now touched by a certain madness which demanded a blood offering to expiate its own sins and fully complete the process of creation. Whatever the reason, Coppola deliberately associated the sacrifice with Kurtz’s death, underlining the symmetry of their fates by showing Kurtz gifting the buffalo to his followers just as he acquiesces in his own destruction and delivers himself up to Willard's blade. At an artistic level the scene provides as powerful and logical a conclusion as exists in the visual arts, no matter how disturbing the content may be to some in the audience.

But, whether Coppola was aware of it, it was also entirely consistent to include an animal sacrifice that took place in the Philippines in a film set in Vietnam and Cambodia. More than a quarter of a century earlier Norman Lewis had travelled in Indo-China to report on the Viet Minh war against the French re-occupation of Vietnam after the Second World War. In A Dragon Apparent Lewis recorded his impressions of the Montagnard tribes of Vietnam and recalled witnessing a sacrifice at a Jarai village near Pleiku in which a buffalo was tied to a stake, hamstrung by men with coupe-coupes, the Jarai half-knife, half-axe, and then speared to death. Lewis also visited the Khmer ruins around Siem Reap in Cambodia where he may have seen the reliefs showing scenes of daily life which run around Bayon, the state temple at Ankgor Thom, Jayavarman VII’s (1181-c.1218) walled city.

Among these can be found a panel featuring a group of men with raised spears surrounding a buffalo tied to a stake. The depiction is realised with enormous skill. The taut figures, gathering to deliver their blows, threaten to escape the confines of the stone from which they are carved and the buffalo stares at the viewer, demanding participation in the unfolding drama. The sculptor holds life and death in delicate balance, suspending the moment but unable to change the outcome. The sacrifice is as real and imminent today as it was when the frieze was carved 800 years ago.

Although Buddhism became the Khmer state religion under Jayavarman VII the ritual portrayed at Bayon evidently predated the temple by a considerable time. No matter that the Khmer capital had been located at Angkor since the ninth century, the Moi regarded Angkor Thom as the product of “strangers recently arrived in the country”.

(Before the Vietnam War, the population of the Central Highlands, estimated at between 3 and 3.5 million, was almost exclusively Degar @ Montagnard as known by the French. Today, the population is approximately 4 million, of whom about 1 million are Degars. The 30 or so Degar tribes in the Central Highlands comprise more than six different ethnic groups who speak languages drawn primarily from the Malayo-Polynesian, Tai, and Mon–Khmer language families. The main tribes, in order of population, are the Jarai, Rhade, Bahnar, Koho, Mnong, and Stieng.)

Lewis knew that the Jarai are related to, among others, the Igorot of Luzon in the northern Philippines but he may not have known that the sacrifice he witnessed was also a religious-cultural practice shared with tribes across south Asia, ranging from India through Indo-China to Indonesia, and including the Igorot, of which the Ifugao are a constituent. Water buffalo are of particular significance to these peoples. Lewis claimed that the buffalo was considered by the Moi to be more than an animal and hardly less than a human and it may be that they act as a substitute for human sacrifice. Not only are they routinely offered to appease ancestral spirits and to safeguard public constructions  (Lewis’ buffalo was killed to place a school building under the protection of tribal spirits, and, perhaps, the depiction on the Bayon frieze was of a sacrifice for Jayavarman’s temple) but, more pertinent here, they also assume special importance in funerary rites where they function as the symbolic carrier of the deceased’s soul to the afterlife.

Probably unwittingly, Coppola’s finale was thus thoroughly grounded in ethnographic reality to the extent that the buffalo sacrifice in his film is an almost exact copy of the Bayon panel. But without artistic intuition this alone, even if intentional, would be mere mechanics. Coppola's transformation of violence into art was achieved by making Kurtz complicit in the sacrificial nature of his own death by allowing Willard to perform an act that had been sanctioned and legitimised by an authority greater than either man's.

Crucially, Kurtz acknowledged this by giving his Montagnard followers a water-buffalo, the symbolic means by which to celebrate his death and convey his soul to the afterlife.

end.

* just for your reading pleasure ... well just read it over and over until you comprehend.
Read full post »

Khamis, November 03, 2011

Maklumat tentang Campa dalam Sejarah Melayu.

0 comments
Maka anak Raja Campa dan segala menterinya pun larilah membawa dirinya, cerai berai tiada ketahuan. Maka ada dua orang anak Raja Campa, Indera Berma Syah seorang namanya, Syah Palembang seorang namanya, maka Syah Palembang lalu ke Aceh. Maka Syah Indera Berma berperahu lalu ke Melaka, maka terlalu sukacita Sultan Mansur Syah melihat sekalian mereka itu, maka sekaliannya disuruh baginda masuk Islam. Maka Syah Indera Berma dengan isterinya, Kini Mertam dengan segala orang temannya masuk Islam. Maka Syah Indera Berma dijadikan Sultan Mansur Syah menteri. Itulah asal Campa Melaka yang asal itu segala daripada anak cucunya. (Abdul Rahman Haji Ismail (dirumikan), Sejarah Melayu- The Malay Annals, MS Raffles No. 18, Kuala Lumpur, The Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, 1998)

Inilah bait-bait Sejarah Melayu yang telah dirawikan oleh Stamford Raffles dan Munsyi Abdullah. Boleh pakai ke perawi ini? Seorang pendatang haram Inggeris yang telah membuat kacau di Semenanjung dan Batavi, merampas segala hak milik khazanah bangsa Melayu untuk dibawak balik ke England dan seorang lagi Bapa Persuratan Melayu Moden, pencacai yang menterjemah bible ke bahasa Melayu - atas apa tujuan?

Memetik kata-kata tok alim yang lebih kurang begini, "Samalah macam pergi ke England belajar (buat doktor falsafah) agama Islam dengan Tok Guru hak bangsa bapak dia Kristian yang pandai bersyarah hadis quran lebih daripada orang Islam...tapi dia Kristian...Yahudi.."

Manakala yang cendekiawan Melayu pula sibuk beria-ria benar mahu membedah siasat Sejarah Melayu hasil karangan perawi diatas, nak buat apa? 

Wahai cerdik pandai, pendeta-pendeta dan professor-professor Melayu. Dengarkanlah ini:

Kita sudah merdeka lebih 50 tahun. Generasi muda sudah celik sejarah, sudah pandai menilai dan berfikir. Mereka mahu belajar Sejarah Realiti bukan Sejarah Fantasi. Janganlah lagi disuapkan mereka dengan kepalsuan. Cukup-cukuplah...kina kincing.

Wassalam.

Sejarah hadis palsu - sedangkan kitab depa sendiri depa ubah.

Read full post »

Selasa, November 01, 2011

Brains, Not Bullets!

0 comments


Enough said. Peace no war. ;-)
Laos


Read full post »

Angkatan Melayu-Siam mempertahankan kedaulatan wilayah Melayu-Kemboja?

18 comments
Berikut adalah petikan daripada sessi soal jawab dalam prosiding seminar Manuskrip Melayu Campa 2004.

Soalan 5.
Mohon penjelasan lanjut berkenaan dengan linguistik Cham. (Kementerian Pelajaran)

Jawapan 5:
Menurut pembentang , dalam satu seminar yang berkaitan yang diadakan pada Jun lalu, ada pihak yang mencadangkan agar kajian linguistik ini dijalankan. Namun terdapat pula pihak yang tidak bersetuju dengan mengatakan bahawa kajian tersebut tidak perlu dilaksanakan sambil menyifatkan skop kajian itu sebagai 'sempit'.

Pembentang bagaimanapun menjelaskan bahawa bahasa yang digunakan dalam manuskrip tersebut terdiri daripada berbagai-bagai bahasa - bahasa Khmer, bahasa Melayu, termasuk juga bahasa Siam dan bahasa Vietnam memandangkan pada masa itu terdapat pengaruh bahasa asing yang meluas di Kemboja. Di timurnya Viet Nam manakala sebelah barat pula Siam.

Persaingan yang kuat antara kedua-dua kuasa ini menyebabkan Kemboja berada dalam dilemma.

Pada masa yang sama, istana Viet Nam mempunyai pengaruh yang sangat kuat ke istana Kemboja. Begitu juga proses 'meng-VietNamkan' Kemboja dikatakan pernah berlaku hingga menyebabkan mereka meminta bantuan Siam. Perkembangan ini menyaksikan banyak istilah Siam digunakan di Kemboja.

Menurut pembentang lagi, manuskrip ini dihasilkan oleh golongan cerdik pandai dan bukannya dikalangan rakyat biasa. Beliau turut bersetuju dengan cadangan mengkaji bidang linguistik Cham kerana berpendapat bahawa bahasa boleh menjadi suatu bidang kajian khusus yang sangat luas. Tambah beliau lagi, National University of Singapore sebelum ini pernah menjalankan kajian sejarah Champa dengan memberikan tumpuan kepada sejarah awal dan masyarakatnya. Dunia Melayu pula meliputi skop yang lebih luas dan sedang dikaji di Malaysia. Beliau meminta mereka yang berminat menunggu penerbitan buku hasil seminar Jun lepas untuk mengetahui hasil kajian lebih terperinci.

Sumber: Manuskrip Dalam Tulisan Cam Viet Nam di Kemboja, Prosiding Seminar Manuskrip Melayu Campa, Warisan Tamadun Melayu, ms59.

Komen TMP buat masa ini:
Pada masa yang sama, istana Viet Nam mempunyai pengaruh yang sangat kuat ke istana Kemboja. Begitu juga proses 'meng-VietNamkan' Kemboja dikatakan pernah berlaku hingga menyebabkan mereka meminta bantuan Siam. Perkembangan ini menyaksikan banyak istilah Siam digunakan di Kemboja.

Ini merupakan petunjuk yang kuat bahawa Siam dan Kemboja itu adalah bersaudara. Mereka ini adalah Islam dan Melayu yang kita kenali pada hari ini, iaitu cabang daripada Empayar Islam Benua Siam Kedah yang sengaja ditutup oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 

Jika dikaji secara terperincinya bidang linguistik ini maka sudah tentunya akan terbongkar rahsia perbezaan bahasa Thai dengan bahasa Siam maka seterusnya akan terbongkar jugalah rahsia-rahsia penjajah dan sekutunya yang cuba menutup sejarah sebuah Empayar Melayu yang terhebat di Indo-China dan di Nusantara. 

Kita tidak hendak menutup fakta sebenar  bahawa apa yang berlaku ini sebenarnya adalah penjajahan agama dan bangsa - ini adalah realiti sejarah silam yang telah berlaku.

Kalau tidak percaya cuba cari:
Maksud Siam dalam bahasa Thai?
Maksud Siam dalam bahasa Cam?


Read full post »
 

Copyright © T H E . M A L A Y . P R E S S Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger